26 Agustus 2009

Bulan Romadhon Tanpa Mercon



Bulan Romadhon tanpa mercon...?? Gak Rame...!!
Tapi saiki dilarang Pemerintah sebab berbahaya.

Wulan Poso Romadhon akeh arek merconan, ono mercon merang, mercon sreng, mercon bumbung teko ori nganggo karbit campur banyu, mercon lemah, mercon busi utowo mercon bantingan nganggo busi bekas sepeda motor di isi korek api, mercon sepak sepeda, macem-macem mercon.

Ono sing dolanan lilin nganggo pot bekas wadae cet dibolongi cilik-cilik mburine kanggo nggolek kodok.

Ono sing dolanan damar kates (=kembang api) biasane disumet di centelno nang wit-witan utowo di gowo melayu karo diumet-umetno.

Ono sing perang-perangan sawat-sawatan mercon nganggo mercon merang, mercon sreng .... wuah iki bahaya rek tapi sueneng. biasane perang-perangan mercon antar RT, carane mercon merang ditempeli lemah terus di sumet terus di sawatno, pancen bahaya ono seng kebeldosan tangane, ono seng kesawat awake.

Ono sing banget-bangetan suworo mercon bumbung utowo karbit, sing lucu kadang suworone gak banget alias mercon mbudem.... huuuu....mercon opo iku

Kadang arek-arek sing mbeling iku nggolek ayam mati terus di isi mercon merang terus di sumet sampe mbheledok ambyar daginge .... hiii gilo eson

Kadang arek-arek sing mbeling iku nyumet mercon ning peceren, ning got, ning kalenan sing sodo garing terus di sumet sampe muncrat...em ambune rek....

Kadang arek-arek sing mbeling iku nyumet mercon pas wong khusuk sholat Tarawih, pas mbengi wayae wong enak-enak turu...pancen ngganggu wong

Kadang arek-arek sing mbeling iku nyumet nang anune kebo koyo gambar ning ngisor iki

wes-wes nemen mbelinge tapi sueneng jarene

Mangkane gak salah nik mercon dilarang Pemerintah lha wong akeh bahayae tinimbang manfaate.


Semoga bermanfaat.
nggresik.blogspot.com

19 Agustus 2009

Innalillahi Wa Innailaihi Rojiun Pengasuh Al-Khidmah Itu Berpulang




Mohon ma'af karena saya tidak bisa menulis banyak, karena memang saya sedang menangis berduka, berdo'a, memohonkan ampunan, memohonkan rakhmat kepada 4JJI untuk alrmarhum Al-mukarrom romo Kyai H. Asrori, amin 4JJI humma amin
------

dari JawaPost.com
[ Rabu, 19 Agustus 2009 ]
Pengasuh Al-Khidmah Itu Berpulang

MENDUNG duka memayungi Pondok Pesantren (Ponpes) Assalafi Al Fithrah di Kedinding Lor, Surabaya. Sebab, Selasa dini hari (18/8) KH Asrori Al Ishaqi, pengasuh ponpes tersebut, meninggal dunia. Kepergiannya tidak hanya meninggalkan duka bagi keluarga besar pondok di wilayah Kecamatan Kenjeran itu, tapi juga umat Islam dari berbagai pelosok tanah air. Terutama, Jatim.

Kabar meninggalnya Kiai Asrori tersiar begitu cepat. Sejak pagi buta, puluhan ribu jamaah dari berbagai daerah terus mengalir mendatangi rumah duka di kawasan Jalan Tanah Merah VIII, Kedinding Lor. Mereka datang memenuhi masjid dan halaman pondok untuk bertakziah atas wafatnya Kiai Asrori yang meninggal pukul 02.00.

Jamaah tersebut tidak hanya datang dari daerah di Jawa Timur. Banyak pula jamaah yang datang dari Jawa Tengah, Jawa Barat, dan provinsi di luar Jawa. Bahkan, tidak sedikit jamaah yang datang dari Malaysia, Brunei Darussalam, dan Singapura. Puluhan ribu jamaah itu larut membaca doa-doa, tahlil, dan surat Yasin. Bahkan, banyak di antara mereka yang tidak kuasa menahan air mata atas kepergian Kiai Asrori.

Sejumlah karangan bunga duka cita juga terlihat berderet di rumah duka. Di antaranya, karangan bunga dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Menteri Agama Maftuh Basyuni, Gubernur Jatim Soekarwo, Kapolda Jatim Irjen Pol Anton Bachrul Alam, Kapolda Sumut Irjen Pol Badrodin Haiti. Karangan bunga juga datang dari jajaran muspida dan pejabat Pemkot Surabaya seperti Kapolwil Kombespol Ronny F. Sompie, Wali Kota Bambang D.H., dan Wawali Arif Afandi.

Jenazah almarhum dimakamkan di kompleks ponpes sekitar pukul 10.30. Almarhum meninggalkan seorang istri bernama Hj Sulistyowati dan lima anak (dua laki-laki dan tiga perempuan). "Beliau adalah guru kami. Santri dan masyarakat sangat merasa kehilangan," kata Wisnu Broto Heri Putranto, direktur pendidikan Ponpes Al-Fithrah.

Dia menceritakan, Kiai Asrori terkenal dengan kasih sayangnya, baik kepada santri maupun jamaah. "Sebelum meninggal, beliau sering keliling kampung untuk ngobrol dengan masyarakat, bertanya tentang keadaan mereka. Karena itu, masyarakat sangat terkesan dengan kasih sayang beliau," tutur Wisnu.

Semasa hidup, kata dia, Kiai Asrori sering berpesan agar menjaga hubungan antarsesama dan selalu melakukan silaturahmi. Dakwah Kiai Asrori juga sangat lembut sehingga diterima masyarakat luas, baik di dalam negeri maupun luar negeri seperti Singapura, Australia, Malaysia, Brunei Darussalaman, Yaman, dan Arab Saudi.

Kiai Asrori meninggal karena sakit komplikasi dan deraan kanker sejak empat tahun lalu. Empat hari sebelum mengembuskan napas terakhir, dia dirawat di RS Darmo selama empat hari. Menurut Wisnu, tidak ada wasiat khusus dari Kiai Asrori. ''Mungkin, hanya keluarga yang tahu. Kalau sepengetahuan saya, tidak ada," jelas Wisnu.

Kepastian usia Kiai Asrori saat meninggal dunia kemarin sejauh ini masih simpang siur. Namun, beberapa kerabat dan keluarga ponpes menyebut bahwa Kiai Asrori lahir pada 17 Agustus 1951. Dengan demikian, kiai itu berpulang di usia 58 tahun.

Menurut Wisnu, Ponpes Assalafi Al Fithrah didirikan sekitar 1988 atau 1989. Luas pondok itu sekitar 2,5 hektare. Di ponpes tersebut, ada 2.000 santri putra-putri. Beberapa bulan lalu, sejumlah santri terserang flu yang diduga virus flu babi. Namun, setelah dirawat, kondisi mereka berangsur pulih.

Selain memimpin Ponpes Al Fithrah, Kiai Asrori merupakan penggagas Al-Khidmah, sebuah jamaah besar yang sebagian anggotanya adalah pengamal Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Jamaah tersebut mendapat perhatian luas karena sifatnya inklusif, tidak memihak salah satu organisasi sosial mana pun.

Meski kerap dihadiri tokoh-tokoh ormas, politik, dan pejabat negara, majelis-majelis yang diselenggarakan Al-Khidmah berlangsung dalam suasana murni keagamaan tanpa muatan-muatan politis. Karena itu, pelan tapi pasti, organisasi tersebut memiliki banyak pengikut. Diperkirakan, jumlah jamaah Al-Khidmah mencapai jutaan orang. Mereka tersebar luas di beberapa provinsi di Indonesia dan mancanegara.

"Kiai Asrori adalah ulama karismatik. Pengabdiannya kepada negara dan Umat muslim tidak diragukan lagi. Tarekat yang beliau pimpin bersifat apolitis. Beliau mengutamakan pembinaan kepada masyarakat lewat jalur kultural, sosial, dan keagamaan," papar Rais Syuriah PW NU Jatim KH Miftakhul Akhyar. (lum/hud)

--------
Kenangan KH Ahmad Asrori Al-Ishaqi
Pimpin Doa dengan Infus di Tangan

RIBUAN orang menangis histeris. Ini terjadi ketika jenazah Hadratus Syekh KH Ahmad Asrori Al-Ishaqi dimasukkan ke liang lahat, kemarin. Kiai dengan wajah sejuk itu dikenal sebagai imam dan guru Tarekat Qodiriyah wan Naqsabandiyah Al-Usmaniyah yang sedang digandrungi jamaah. Kehadirannya dalam setiap majelis dzikir selalu diharapkan. Doa yang dipanjatkan selalu ditunggu jutaan jamaah Tarekat di seluruh Indonesia, bahkan sampai Singapura, Malaysia, Brunei dan Thailand.

Kiai Asrori -demikian ia biasa dipanggil--kemarin dini hari menghembuskan nafas terakhir. Penyakit kanker yang menghinggapi tubuhnya sejak tiga tahun lalu menyebabkan ia harus menyerah ke Sang Khalik. Jenazah pimpinan Pondok Pesantren Al Fitrah, Kedinding, Surabaya ini dimakamkan di kompleks pondoknya sekitar pukul 11.00 WIB. Meski sudah sakit lama, namun mening­galkan kiai kharismatis ini tetap saja mengagetkan para santrinya.

Saya mengenal pimpinan tertinggi tarekat ini sudah sejak lama. Bahkan, namanya selalu disebut-sebut ayah saya yang memang juga penganut tarekat ini. Namun, baru mengenal secara pribadi setelah diperkenalkan KH Imam Sughrowadi saat berlangsung manaqib dan zikir kubro di pondok pesantrennya di Blitar, tahun 2005. Setelah itu, beberapa kali saya mengikuti pertemuan khusus dengan para santri setiap habis salat Jumat di kediamannya.

Mengapa para jamaah begitu kehilang­an kiai kharismatis ini? Selain ia adalah imam tertinggi thariqah yang memiliki jamaah terbesar di Indonesia ini, Kiai Asrori juga sangat mencintai jamaahnya. Ini ditunjukkan ketika berlangsung dikir akbar dalam rangka Hari Jadi Kota Surabaya ke 714, tiga tahun lalu. Seperti diketahui, sejak tahun 2006, di Balaikota Surabaya selalu digelar zikir akbar yang dipimpin Kiai Asrori. Ini menjadi tradisi puncak kegiatan hari jadi sejak tahun itu.

Nah, memasuki tahun kedua, Kiai Asrori mulai menderita sakit kanker darah. Beberapa hari menjelang acara berlangsung, ia harus masuk rumah sakit. Maka, zikir akbar di balai kota itu pun terancam berlangsung tanpa keberadaan Kiai Asrori. Sebagai antisipasi, panitia menyiapkan jalur khusus kursi roda menuju panggung utama untuknya. Baru pagi hari menjelang acara berlangsung, didapat kepastian Kiai akan hadir di majelis zikir tersebut.

Seorang santri dekatnya bilang, ketika itu Kiai memutuskan untuk hadir kare­na kasihan sama jamaah. "Mereka itu datang dari berbagai kota ingin melihat wajah saya, ingin mengamini doa saya. Karena itu, meski bagaimana pun saya harus datang agar mereka tidak kecewa,'' katanya seperti ditirukan santri tersebut. Akhirnya, Kiai Asrori hadir di majelis itu dengan memakai kursi roda dan infus di tangan.

Begitu selesai berdoa, kiai pamit pulang. "Mohon maaf, saya sudah tidak kuat. Saya mohon pamit dulu untuk beristirahat,'' katanya dengan berbisik kepada saya. Kehadiran kiai di majelis zikir dalam keadaan sakit itu membuat puluhan ribu jamaah yang hadir menangis. Saat itu, saya melihat Menkominfo Prof Dr Mohammad Nuh yang hadir dan sejumlah habaib serta para santri terdekatnya menyeka air mata. Belakangan, Kiai Asrori juga seirng menghadiri acara zikir meski masih dalam keadaan sakit.

Dalam haul Akbar terakhir di Ponpes Alfitrah Kedinding bulan lalu, Kiai Asrori juga memimpin sendiri doanya. Hanya saja, tabung alat bantu pernafasan selalu tersedia di sampingnya. Tampaknya, haul bulan lalu itu merupakan haul pamitan beliau kepada para jamaahnya. Setelah itu, sakit beliau semakin parah. Beberapa jam menjelang subuh kemarin, kanker darah telah mengantarkan beliau ke peristirahatan terakhirnya dalam usia 52 tahun.

Acara haul tahunan ini dihadiri ratusan ribu jamaah dari berbagai kota dan luar negeri. Para jamaah biasanya ditampung di rumah-rumah di sekitar pondok. Untuk makan para jamaah, juga disiapkan ratusan ribu bungkus nasi. Di antaranya juga merupakan sumbangan para warga di sekitar pondok. Pada haul ter­akhir kemarin, hadir ulama besar dari Makkah, Habib Umar Al-Jaelani.

Dia adalah cucu Syekh Abdul Qadir Jaelani, ulama yang menjadi panutan pa­ra penganut tarekat. Dalam setiap haul, kisah hidup ulama yang dipercaya sebagai wali Allah ini dibacakan. Kisah itu dikenal dengan kitab Manaqib. Manaqib ini dibaca bersamaan dengan salawat dan kisah-kisah Nabi Muhammad.

Kiai Asrori lahir di Surabaya, 17 Agustus 1957. Ini berarti meninggal sehari se­telah ulang tahunnya ke 52 kemarin. Dia adalah putra kiai besar di wilayah Surabaya utara, KH Usman Al-Ishaqi. Ayahnya juga seorang mursyid tarekat. Setelah menikahi Ibu Nyai Muthia Setiyawati, Kiai Asrori dikaruniai tiga orang putra dan dua orang putri. Putra terbesarnya kini masih studi di perguruan tinggi.

Kiai Asrori meninggalkan kita semua dalam usia yang relatif masih muda. Namun, ia telah berhasil menjadi panutan dari jutaan jamaah tarekat di berbagai nusantara dan negara-negara lainnya. Akankah lahir kiai pengganti beliau yang bisa menjadi penutan kita semua?

Sungguh Kiai, kami pasti akan rindu dengan fatwa-fatwa dan wajah sejukmu.

*) Arif Afandi , wakil wali kota Surabaya yang juga santri Al-fitrah